Oleh Dr.Nofi Sri Utami,S.Pd.,S.H.,M.H
Dosen PascaSarjana Universitas Islam
Malang
Seseorang jika hatinya baik, maka akan keluar dari
lisanya perkataan baik pula. Ungkapan tersebut menunjukan bahwa adanya relasi
antara hati dan lisan. Relasi tersebut diwujudkan dalam kehidupan sehari hari.
Semisal dalam bergaul dengan anggota keluarga,rekan kerja, tetangga,dls tak
cukup hanya hati yang baik saja tetapi juga harus dibarengi dengan cara
berbicara (lisan) yang baik pula. Karena pada hakekatnya lisan berbicara
berdasar/perintah dari hati nurani yang diaktualisasikan melalui
perilaku/perbuatan. Melalui perilaku tersebut orang lain bisa memahami serta
merasakan apa yang mau disampaikan oleh kita melalui panca indera . Sehingga
hati memiliki fungsi yang besar tatkala ia sudah berbisik, maka dari itu hati
merupakan sebagai sumber etika.
Dikatakan sumber etika karena perilaku kita ditentukan dengan hati kita.
Sehingga wajar, jika kadang kala kita berperilaku yang tidak sesuai dengan hati
maka akan muncul kecemasan dan ketidaknyamanan dalam berperilaku.
Tak berhenti di situ, bahwa lisan mencerminkan kebersihan
hati seseorang tentunya Kalimat ini bukan untuk membatasi sesorang berbicara
melalui lisanya tetapi bahwa berbicara sesuai dengan kapasitas dan tempatnya
sangatlah penting. Semakin berbicara menggunakan lisan tanpa mengindahkan
tempat dan kapasitasnya maka tentu akan banyak kekeliruan yang diungkapkan.
Maka dalam hal ini dibutuhkan etika dalam berbicara. Bagaimana cara yang
berbicara yang baik tanpa menyakiti pribadi seseorang, etika berbicara dengan
orang yang lebih tua, etika berbicara dengan sesama. Tentunya itu semua
merupakan seni dalam menyampaikan sesuatu dari hati. Tanpa ada hati yang bersih
maka etika berbicara akan kehilangan maknanya. Hal tersebut sejalan dengan pepatah bahwa tong kosong nyaring bunyinya (banyak
bicara tetapi dangkal ilmunya).
Secara konstitusi terkait hati memang tidak ada aturan
yang mengaturnya, tetapi negara hanyalah mengatur terkait hak
berpendapat/berbicara baik memakai lisan maupun tulisan. Hal tersebut merupakan
bagian dari hak setiap orang. Meskipun berbicara bagian dari hak pribadi
seseorang tetap harus sesuai dengan konstitusi. Ini menunjukan bahwa berbicara
yang baik dan benar antar sesama manusia merupakan sebuah keharusan. Hal
tersebut merupakan bagian dari etika. Berbicara etika sama halnya berbicara
tentang hati. Etika merupakan sebuah perilaku yang dilakukan secara kontinyu/di
ulang ulang yang bersumber dari hati. Itu sebabnya kadang kala ketika kita
bersikap yang berbeda dengan kata hati maka akan muncul perasaan tidak nyaman.
Ini artinya bahwa hati merupakan sumber perilaku yang diucapkan melalui lisan
serta adanya relasi yang tidak bisa di hilangkan antara hati dan lisan yang
diaktualisasikan melalui perilaku.
Etika bisa membentuk Perilaku bermoral maupun amoral.
Tentunya ini kembali kepada pribadi seseorang. Seseorang dinyakan memiliki
perilaku amoral manakala perilaku yang dilakukan tidak mencerminkan
kesantunan/tidak sesuai dengan aturan dan nilai nilai yang ada dimasyarakat.
Sedangkan perilaku moral merupakan perilaku yang mencerminkan kesantunan/sesuai
dengan nilai nilai serta aturan yang ada dimasyarakat. Akibat seseorang
memiliki perilaku amoral menjadikan manusia memiliki sifat sombong dan semaunya
sendiri. Mengingat masa lampu, bahwa ada sebuah syair lagu yang berbunyi manusia berasal dari segumpal darah,manakala
darah itu baik maka akan baik seluruh tubuh, dan jika segumpal darah tersebut
kotor maka akan kotor jseluruh tubuh…….
Editor : Alim Mustofa
Publiser : Malangguide.com