Menjaga Hati Sama Pentingnya Dengan Menjaga Lisan

Menjaga Hati Sama Pentingnya Dengan Menjaga Lisan

Senin, 09 Desember 2019, 00.07


Oleh Dr.Nofi Sri Utami,S.Pd.,S.H.,M.H
Dosen PascaSarjana Universitas Islam Malang

Seseorang jika hatinya baik, maka akan keluar dari lisanya perkataan baik pula. Ungkapan tersebut menunjukan bahwa adanya relasi antara hati dan lisan. Relasi tersebut diwujudkan dalam kehidupan sehari hari. Semisal dalam bergaul dengan anggota keluarga,rekan kerja, tetangga,dls tak cukup hanya hati yang baik saja tetapi juga harus dibarengi dengan cara berbicara (lisan) yang baik pula. Karena pada hakekatnya lisan berbicara berdasar/perintah dari hati nurani yang diaktualisasikan melalui perilaku/perbuatan. Melalui perilaku tersebut orang lain bisa memahami serta merasakan apa yang mau disampaikan oleh kita melalui panca indera . Sehingga hati memiliki fungsi yang besar tatkala ia sudah berbisik, maka dari itu hati merupakan  sebagai sumber etika. Dikatakan sumber etika karena perilaku kita ditentukan dengan hati kita. Sehingga wajar, jika kadang kala kita berperilaku yang tidak sesuai dengan hati maka akan muncul kecemasan dan ketidaknyamanan dalam berperilaku.
Tak berhenti di situ, bahwa lisan mencerminkan kebersihan hati seseorang tentunya Kalimat ini bukan untuk membatasi sesorang berbicara melalui lisanya tetapi bahwa berbicara sesuai dengan kapasitas dan tempatnya sangatlah penting. Semakin berbicara menggunakan lisan tanpa mengindahkan tempat dan kapasitasnya maka tentu akan banyak kekeliruan yang diungkapkan. Maka dalam hal ini dibutuhkan etika dalam berbicara. Bagaimana cara yang berbicara yang baik tanpa menyakiti pribadi seseorang, etika berbicara dengan orang yang lebih tua, etika berbicara dengan sesama. Tentunya itu semua merupakan seni dalam menyampaikan sesuatu dari hati. Tanpa ada hati yang bersih maka etika berbicara akan kehilangan maknanya.  Hal tersebut sejalan dengan pepatah bahwa  tong kosong nyaring bunyinya (banyak bicara tetapi dangkal ilmunya).
Secara konstitusi terkait hati memang tidak ada aturan yang mengaturnya, tetapi negara hanyalah mengatur terkait hak berpendapat/berbicara baik memakai lisan maupun tulisan. Hal tersebut merupakan bagian dari hak setiap orang. Meskipun berbicara bagian dari hak pribadi seseorang tetap harus sesuai dengan konstitusi. Ini menunjukan bahwa berbicara yang baik dan benar antar sesama manusia merupakan sebuah keharusan. Hal tersebut merupakan bagian dari etika. Berbicara etika sama halnya berbicara tentang hati. Etika merupakan sebuah perilaku yang dilakukan secara kontinyu/di ulang ulang yang bersumber dari hati. Itu sebabnya kadang kala ketika kita bersikap yang berbeda dengan kata hati maka akan muncul perasaan tidak nyaman. Ini artinya bahwa hati merupakan sumber perilaku yang diucapkan melalui lisan serta adanya relasi yang tidak bisa di hilangkan antara hati dan lisan yang diaktualisasikan melalui perilaku.  
Etika bisa membentuk Perilaku bermoral maupun amoral. Tentunya ini kembali kepada pribadi seseorang. Seseorang dinyakan memiliki perilaku amoral manakala perilaku yang dilakukan tidak mencerminkan kesantunan/tidak sesuai dengan aturan dan nilai nilai yang ada dimasyarakat. Sedangkan perilaku moral merupakan perilaku yang mencerminkan kesantunan/sesuai dengan nilai nilai serta aturan yang ada dimasyarakat. Akibat seseorang memiliki perilaku amoral menjadikan manusia memiliki sifat sombong dan semaunya sendiri. Mengingat masa lampu, bahwa ada sebuah syair lagu yang berbunyi manusia berasal dari segumpal darah,manakala darah itu baik maka akan baik seluruh tubuh, dan jika segumpal darah tersebut kotor maka akan kotor jseluruh tubuh…….

Editor     : Alim Mustofa
Publiser : Malangguide.com


TerPopuler