Dosen
PascaSarjana Universitas Islam Malang
MALANGGUIDE
- Menyongsong pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada 23 September 2020 di 270 daerah yang meliputi 9
provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Tentunya dalam pelaksanaanya akan
menimbulkan persoalan. Salah satunya yaitu politik
dinasti. Politik dinasti diartikan sebagai kekuasaan politik yang dijalankan
sekelompok orang yang masih dalam hubungan keluarga, baik karena garis
keturunan, hubungan darah, atau karena ada ikatan perkawinan. Menurut Mahkamah
Konstitusi Politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik
yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan
keluarga. Dinasti politik lebih indenik dengan kerajaan. sebab kekuasaan akan
diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada anak. agar kekuasaan akan
tetap berada di lingkaran keluarga.Berdasar artikel yang tayang di tribun bahwa
munculnya politik dinasti ini berawal dari majunya putra sulung Jokowi yaitu
Gibran Rakabuming Raka diketahui maju di Pilwalkot Solo,serta menantu Bobby
Nasution maju di Pilwalkot Medan.Selain itu, Siti Nur Azizah yang merupakan
putri Wakil Presiden Ma'ruf Amin turut maju dalam pilkada di Tangerang Selatan.
Tak berhenti di situ, pada pemerintah lokal juga telah menjamur politik dinasti
misalkan di daerah Tuban. putra dari Bupati Tuban Fathul Huda, yakni Fredy
Ardlian juga ikut mendaftar sebagai calon bupati Tuban.
Dilaksanakanya Pemilihan Kepala
Daerah yang disebut dengan Pilkada bertujuan memberikan kesempatan yang sama
kepada setiap orang untuk mengakses
jabatan publik baik sebagai gubernur, bupati maupun wali kota. Nyatanya pilkada serentak justru menumbuh suburkan
dinasti politik di daerah. Kepemimpinan daerah didominasi keluarga inti dan
sanak saudara. Tentunya akan menimbulkan kecenderungan bahwa Kepala daerah yang sudah menjabat dua
periode, akan menyiapkan anak keturunanya untuk menggantikannya. Tak hanya anak
keturunan tetapi istri bisa menggantikan bapak/suaminya, ketika jabatan telah
habis dan tidak memungkinkan maju kembali. Anak menantu, adik, kakak, dan
keponakan bisa menjadi alternatif ketika keluarga inti tidak bisa diharapkan
menggantikan.. Hal ini akan menimbulkan mata rantai yang sangat berbahaya.
Dikatakan bahaya karena ketika politik
dinasti terjadi maka menjadikan kekuasaan tetap berada di seputaran keluarga.
Tentunya akan menutup kesempatan orang lain. Tidak serta merta berhenti
disitu, bahwa Politik
dinasti ini takan meniadakan fungsi checks and balances dalam
pemerintahan. Kita tentu akan sulit
mengharapkan seorang anggota legislatif untuk mengkritisi eksekutif yang
berasal dari dinasti/keluarga yang sama.
Hal
yang menakutkan dan menjadi kekhawatiran yaitu terjadinya politik dinasti akan
mengakibatkan korupsi. Berdasar pada data Indonesian
Corruption Watch (ICW) setidaknya terdapat lima dinasti politik yang
terlibat kasus korupsi di beberapa tahun yang lalu.
1. dinasti
Ratu Atut Choisyiah di Banten. Selain meyuap ketua MK, Akil Mochtar, Atut juga
terbukti korupsi dalam pengadaan alat kesehatan. Sampai saat ini, dinasti Atut
masih dianggap sebagai dinasti politik yang kuat di Banten.
2. Dinasti
Kutai Kartanegara. Syaukani Hassan dan Rita Widysari adalah ayah dan anak,
keduanya mantan bupati Kutai Kartanegara dan sama-sama terjerat kasus korupsi.
3. dinasti
Cimahi. Itoc Tochija dan Atty Suharti menjadi tersangka kasus suap proyek pasar
Cimahi. Ketika menjadi tersangka, Atty adalah walikota Cimahi, meneruskan
kepemimpinan suaminya yang sudah menjabat dua periode.
4. adalah
dinasti Fuad Amin di Bangkalan, Madura. Apa yang terjadi di Bangkalan ini
barangkali adalah ironi di sebuah negeri demokrasi. Fuad Amin menjabat Bupati
Bangkalan selama dua periode dan dilanjutkan anaknya, Makmun Ibnu Fuad.
Fatalnya, di saat yang sama Fuad Amin justru menjabat sebagai ketua DPRD Bangkalan.
Dapat dibayangkan bagaimana dua lembaga politik yang seharusnya saling
mengawasi justru dipegang oleh anak dan ayah. Desember 2014, Fuad Amin
digelandang KPK lantaran kasus suap senilai 18 miliar rupiah.
5. dinasti
Klaten yang digawangi oleh keluarga Haryanto. Ia sendiri menjabat Bupati Klaten
selama dua periode. Istrinya, Sri Hartini masuk ke gelanggang politik dengan
menjadi wakil Bupati Klaten, Sunarna. Karir Hartini pun berlanjut menjadi
Bupati Klaten. Ia ditangkap KPK pada Desember 2016 atas tindakan jual beli
jabatan.
6. dinasti
Banyuasin. Yan Anton Ferdian ditangkap KPK karena kasus suap di Dinas
Pendidikan Banyuasin. Ferdian adalah anak dari bupati Banyuasin dua periode
sebelumnya, yakni Amiridun Inoed.
Beberapa
contoh kasus di atas menunjukkan rentannya dinasti politik terhadap kasus
korupsi. Lingkaran kekuasaan yang berasal dari relasi kekeluargaan. Menyikapi hal tersebut, masyarakat
Indonesia cenderung permisif. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya yaitu minimnya
pengetahuan masyarakat mengenai dampak negatif dari dinasti politik serta Masyarakat belum mememahami bahwa politik dinasti adalah penyimpangan terhadap
esensi demokrasi dan rawan tindakan korupsi. Sehingga masyarakat, apalagi
kalangan bawah cenderung tidak mempermasalahkan hal itu. Tidak serta merta itu,
adanya sikap mengutamakan kepentingan suatu kelompok, ras, agama atau suku
tertentu menjadikan masyarakat memiliki pola pikir yang cenderung tertutup dan
sulit menerima pilihan baru, meski pilihan itu menjanjikan perubahan ke arah lebih
baik. Hal ini tentunya menjadikan politik dinasti menjadi subur dan membudaya.