Urgensi Pendidikan Hukum Berbasis Ketuhanan Yang Maha Esa
Oleh: Nofi Sri Utami
Dosen
Fakultas Hukkum
Universitas
Islam Malang
Pendidikan
Hukum di Indonesia acapkali justru menghasilkan lulusan yang tidak memiliki
kepedulian terhadap rasa keadilan yang hidup di masyarakat. Cukup banyak
perkara atau kasus yang muncul dan diputuskan oleh hakim dengan keputusan yang
justru mengoyak rasa keadilan di masyarakat karena Hakim memutuskan hanya
berorientasi kepada prosedur dan peraturan belaka.
Kondisi ini terjadi
adalah akibat dari pendidikan hukum yang menjadikan lulusannya melenceng dari tujuan dan hakekat yang seharusnya dicapai, tak lain yaitu memberikan keadilan.
Dunia pendidikan hukum sendiri saat ini sangat diutamakan pendidikan skill
hukum maupun yang berorientasi pelaksana dari peraturan saja dan bukan penegak
hukum atau aparat hukum yang independen dan berkeadilan. Penegak hukum dan
aparat hukum menjadi terbelenggu dengan prosedur berupa peraturan yang mencegah
sampainya pada keadilan yang hakiki.
Persoalanya,
beberapa sekolah hukum di Indonesia memperlakukan peraturan dan undang undang
layaknya ideologi atau bahkan seperti “agama” yang sangat di genggam erat
walaupun hal itu berlawanan dengan keadilan yang hakiki. Karena membeku menjadi
‘keyakinan’, akibatnya perkembangan Ilmu Hukum stagnan. Kondisi riil hukum
maupun keadilan secara nyata tidaklah sama dengan apa yang di muat dalam
peraturan karena terdapat perkembangan di masyarakat yang sangat pesat sehingga
hukum dan peraturan menjadi sesuatu yang hanya prosedural belaka. Hukum yang positivistik sebenarnya tentu saja tidak dapat disebut
sebagai hukum yang sebenarnya apabila berdasar hanya kepada Peraturan saja atau
hukum positif semata. Hukum yang demikian mendidik untuk menjadi tukang tukang
hukum yang mengesampingkan tentang substansi. Apa yang terjadi
dalam pendidikan hukum tersebut, melanda di pendidikan Indonesia yang pada
umumnya berpendirian bahwa pendidikan hukum merupakan cara untuk mencetak
profesi-profesi hukum.
Pemikiran Ilmu Hukum terutama dalam ranah pendidikan merupakan sebagai sebuah ilmu. Hukum dan ilmu hukum mengalami keraguan sebagai sebuah ilmu karena kecenderungan pendidikan hukum Indonesia yang mainstream positivistik. Paradigma Positivistik ini menyeret lulusannya terutama yang kelak menjadi penegak hukum dan aparatur hukum menjadi sekadar corong undang undang belaka. Ilmu Hukum Yang Positivistik Normatif berhenti kepada prosedur dan peraturan belaka. Konsep pendidikan hukum positivistik menghasilkan ilmu hukum yang tidak utuh, kaku dan tidak mampu menjelaskan realitas. Pendidikan hukum seperti ini membawa kepada kebangrutan moralitas dari lulusannya. Ketiadaan moralitas hukum ini telah membawa efek yang cukup memprihatinkan, salah satunya adalah krisis dalam penegakan hukum yang berakhir dengan runtuhnya kepercayaan masyarakat di Indonesia kepada Hukum. Maka penting dilakukan Pendidikan Hukum berbasis Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu pendidikan hukum yang berbasis kepada independensi penegak hukum atau aparatur hukum untuk menganalisa, memikirkan serta mengambil keputusan dengan menimbang dan memahami esensi dan hakikat dari hukum dengan memaksimalkan potensi dan keimanan kepada Tuhan untuk bertindak jujur sehingga tercapai keadilan.
Editor // Alim Mustofa